Info Terkini|

Ilustrasi pengembangan berorientasi transit di kawasan Dukuh Atas.

Saat ini, pemerintah provinsi DKI Jakarta sedang mengembangkan konsep “urban regeneration” untuk melakukan penataan kembali Jakarta. Konsep ini sangat sesuai dengan konsep pengembangan berorientasi transit (TOD) yang dipicu oleh pembangunan di sektor transportasi umum yaitu mass rapid transit (MRT), light rail transit (LRT), dan bus rapid transit (BRT) Transjakarta. Selain sektor transportasi publik, konsep ini juga meliputi sektor lainnya seperti tata ruang, pelayanan air bersih, pengelolaan limbah, penanganan banjir, dan pembangunan hunian terjangkau.

Pada tahun 2019 lalu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan Peraturan Gubenur Nomor 67 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kawasan Berorientasi Transit yang menggantikan peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Gubernur Nomor 44 tahun 2017 tentang Pengembangan Kawasan Transit Oriented Development. Pergub pengganti tersebut menyebutkan bahwa setiap pengembangan kawasan berorientasi transit harus mengacu kepada prinsip – prinsip sebagai berikut:

  1. Perwujudan kawasan yang terintegrasi dengan angkutan umum massal dan mudah diakses dengan berjalan kaki,
  2. Kemudahan mobilisasi pejalan kaki dengan menyediakan fasilitas pejalan kaki yang aman, nyaman, dan dilengkapi elemen peneduh serta ramah bagi penyandang disabilitas,
  3. Kemudahan mobilisasi pesepeda dengan menyediakan jaringan infrastruktur bersepeda yang aman dan nyaman,
  4. Pengembangan aksesibilitas dan konektivitas pejalan kaki, pesepeda, dan sarana angkutan umum massal,
  5. Perwujudan tata bangunan yang padat dan berorientasi pada efisiensi jarak serta kemudahan akses,
  6. Perwujudan kawasan yang memiliki prasarana, sarana, dan utilitas umum yang terintegrasi,
  7. Perencanaan dan pengembangan bangunan secara vertical yang penggunaan fungsi bangunannya beragam disesuaikan dengan optimalisasi ketersediaan dan kapasitas transportasi publik,
  8. Peningkatan proporsi ruang terbuka hijau dan indeks hijau,
  9. Penyediaan ruang terbuka publik yang dapat diakses oleh semua masyarakat,
  10. Penyediaan rumah susun terjangkau dan ruang usaha terjangkau secara proporsional dengan kebutuhan di kawasan,
  11. Pembatasan ruang parkir kendaraan bermotor melalui pengurangan ruang parkir baik on-street maupun off-street guna mendorong penggunaan angkutan umum massal,
  12. Fasilitas parkir perpindahan moda (park and ride) yang berada pada kawasan berorientasi transit harus terhubung langsung dengan titik stasiun dan berada pada radius nyaman berjalan kaki yang ditetapkan dalam rencana tata ruang, dan
  13. Penurunan risiko bencana dan peningkatan ketahanan terhadap bencana.

Prinsip-prinsip tersebut di atas menjadi dasar dalam menerapkan “urban regeneration” di setiap kawasan berorientasi transit. Selain itu di dalam Pergub tersebut juga dicantumkan bahwa setiap operator angkutan umum massal dapat mengajukan permohonan sebagai pengelola kawasan berorientasi transit dengan pengajuan kajian dan proposal. Oleh karena itu, PT MRT Jakarta (Perseroda) sudah mengajukan diri sebagai pengelola untuk lima kawasan pertama di koridor utara—selatan fase I, yaitu kawasan Dukuh Atas, Istora—Senayan, Blok M—ASEAN, Fatmawati, dan Lebak Bulus.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lalu mengeluarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 15 tahun 2020 tentang Penugasan Perseroan Terbatas Mass Rapit Transit Jakarta sebagai Pengelola Kawasan Berorientasi Transit Koridor Utara—Selatan Mass Rapid Transit Pergub untuk kawasan tersebut. Peraturan ini juga memuat tugas dan fungsi PT MRT Jakarta (Perseroda) sebagai pengelola kawasan.

Untuk melengkapi tugas dan peran PT MRT Jakarta sebagai pengelola KBT maka PT MRT Jakarta bekerja sama dengan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyusun rencana induk (masterplan) dan panduan rancang kota (PRK)/urban design guidelines (UDGL) untuk lima kawasan tersebut yang dibantu oleh konsultan ternama di dunia, yaitu Pandega Desain Weharima (PDW), Skidmore, Owings, and Merrill (SOM), dan Pusat Studi Urban Desain (PSUD). Diharapkan bahwa PRK/UDGL ini dapat menjadi pedoman pengembangan bagi PT MRT Jakarta (Perseroda) sebagai pengelola KBT dan juga seluruh masyarakat yang berada dalam kawasan tersebut.

Dalam penyusunan PRK/UDGL tersebut, akan diterapkan prinsip kawasan berorientasi transit seperti pengembangan perkotaan berorientasi kepada pejalan kaki dan terciptanya konektivitas yang tinggi dalam kawasan (terutama menuju angkutan umum). Selain itu, akan dilakukan peningkatan dan pemanfaatan ruang–ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau dalam kawasan dan pembatasan rasio parkir kendaraan bermotor. Hal ini dilakukan agar terjadi pengurangan penggunaan kendaraan pribadi di dalam kawasan sehingga tercipta kawasan ramah pejalan kaki dengan fungsi beragam mulai dari hunian dan komersial. Penerapan tersebut juga akan memunculkan intensitas yang sesuai dengan karakter setiap kawasan yang berpusat di stasiun transportasi publik dan menciptakan kolaborasi antara pengelola kawasan, pemerintah provinsi, dan masyarakat.

Kawasan Berorientasi Transit Lebak Bulus

Kawasan stasiun Lebak Bulus-Grab yang terletak di ujung wilayah Selatan Jakarta, merupakan stasiun pertama sekaligus akhir dari koridor fase I MRT Jakarta. Stasiun ini merupakan stasiun penghubung antara Jakarta dengan kota satelit lainnya seperti Tangerang dan Tangerang Selatan.  Jalan tol lingkar luar Jakarta (JORR) juga menjadikan kawasan Lebak Bulus ini memiliki konektivitas yang cukup tinggi sehingga tema pengembangan KBT Lebak Bulus adalah Gerbang Selatan Jakarta.

Luas kawasan berorientasi transit Lebak Bulus (radius 700 meter dari stasiun) adalah 76 hektare dan merupakan KBT dengan tipologi kawasan regional dan kelas kawasan sub–kota. Dalam kawasan ini juga terdapat 3 intermoda angkutan umum massal yaitu MRT, BRT TransJakarta dan bus antarkota dengan komposisi tata guna lahan yang terdiri dari fungsi komersial, residensial, pemerintahan, ruang hijau dan ruang biru (badan air).

Untuk mewujudkan kawasan yang berorientasi pada pejalan kaki dan kemudahan akses mencapai angkutan umum massal, akan disipkan sejumlah titik integrasi antarmoda seperti MRT dan halte BRT TransJakarta pada stasiun MRT dan juga beberapa bus pengumpan lainnya. Selain itu direncanakan akan ada beberapa transit plaza yang diharapkan tidak hanya akan menambah kualitas ruang terbuka hijau–publik dalam kawasan, tetapi juga dapat menjadi titik temu/melting pot bagi masyarakat sekitar. Di kawasan ini juga terdapat beberapa koneksi langsung antarbangunan dan kawasan sehingga dapat mendorong terciptanya kawasan yang lebih terintegrasi dan juga memiliki tingkat aksesibiltas yang tinggi.

Kawasan Berorientasi Transit Stasiun Fatmawati

Stasiun Fatmawati berpotensi besar menjadi pumpunan (hub) transportasi publik di selatan Jakarta. Kawasan ini menjadi titik transit utama bagi para pengguna transportasi publik dari area selatan Jakarta seperti Karang Tengah, Tangerang Selatan, dan Depok. Luas kawasan berorientasi transit Fatmawati (radius 700 meter dari stasiun) adalah 43,4 hektare.  Selain fokus menggunakan pendekatan pengembangan fungsi campuran dengan kepadatan tinggi, juga menitikberatkan pada penyediaan infrastruktur kawasan guna peningkatan konektivitas dari dan menuju stasiun MRT Jakarta, penyediaan ruang-ruang terbuka publik yang aktif, serta fasilitas transit yang nyaman seperti halte bus terintegrasi, perencanaan parkir sepeda yang baik, serta fasilitas park and ride yang memadai.

Saat ini, stasiun Fatmawati merupakan stasiun tertinggi (lebih dari 30 meter) di fase yang telah memiliki akses bus pengumpan Transjakarta yang khusus melayani area Stasiun Fatmawati, South Quarter, perumahan hingga Stasiun Lebak Bulus Grab dan kembali ke Stasiun Fatmawati. Dengan pengembangan konektivitas kawasan diharapkan akan semakin mendorong masyarakat untuk menggunakan transportasi publik.

Kawasan Berorientasi Transit Blok M—ASEAN

Kawasan berorientasi transit Blok M-ASEAN merupakan kawasan transit yang memiliki dua stasiun transportasi publik berbasis rel yaitu Stasiun Blok M BCA dan Stasiun ASEAN serta Terminal Bus Blok M, dan Halte TransJakarta CSW. Luas kawasan ini (radius 700 meter dari stasiun) adalah 78 Ha dan merupakan bagian dari kawasan kota taman (garden city) Kebayoran Baru sebagai salah satu kawasan cagar budaya di Jakarta. Selain itu, kawasan ini terletak di selatan pusat distrik bisnis Jakarta yang juga merupakan area perantara Sentara kawasan bisnis dan kawasan permukiman. Pengembangan kembali di kawasan ini diharapkan tidak hanya terfokus kepada pengembangan fungsi campuran dengan kepadatan tinggi, tetapi juga kegiatan pelestarian budaya yang progresif.

Berbagai ruang terbuka dan interaksi aktivitas warga terlihat di sini. Pengembangan kawasan yang memiliki konteks green creative hub menyelaraskan ruang terbuka hijau yang berpotensi sebagai ruang aktivitas kreasi warga, seperti Taman Martha Tiahahu dan Taman Sepeda Melawai. Untuk menciptakan kawasan yang berorientasi kepada pejalan kaki dan kemudahan akses mencapai angkutan umum massal, kawasan ini juga akan menyediakan jembatan layang (sky bridge) yang menghubungkan Stasiun Blok M-BCA dengan Terminal Blok M. Jembatan layan tersebut juga berfungsi sebagai ‘ruang ketiga’, ruang interaksi warga. Selain itu, akses langsung antara Stasiun ASEAN dan Halte Bus TransJakarta CSW juga akan dibangun agar memudahkan perpindahan pengguna jasa di kedua moda transportasi publik ini.

Saat ini telah tersedia jembatan penghubung antara Stasiun Blok M-BCA dan gedung Blok M Plaza. Jembatan ini menjadi contoh nyata meningkatnya jumlah pengguna jasa atau pengunjung kedua belah pihak, terutama fungsi komersial.  Oleh karena itu, pembangunan kawasan dengan konsep berorientasi transit ini diharapkan akan semakin meningkatkan penggunaan transportasi publik di Jakarta.

Kawasan Berorientasi Transit Istora-Senayan

Dengan dua stasiun MRT Jakarta di dalamnya, Stasiun Istora-Mandiri dan Stasiun Senayan, kawasan ini memiliki luas (radius 700 meter dari stasiun) sekitar 143 Ha yang terbagi dua oleh sumbu koridor Jalan Jenderal Sudirman. Pertama, pusat kegiatan perkantoran, perdagangan, dan jasa. Kedua, kegiatan rekreasi dan olehraga. Selain itu, kawasan ini juga merupakan salah satu akses utama menuju kompleks Gelora Bung Karno (GBK) sehingga penggunaan transportasi publik sangat tinggi. Visi pengembangan kawasan ini adalah mewujudkan kawasan Istora-Senayan sebagai ruang penyambut menuju kawasan central business district(CBD) dan kemajuan pembangunan Indonesia yang bernuansa lingkungan, ramah pejalan kaki, dan terintegrasi dengan berbagai fungsi yang ada di dalamnya.

Salah satu strategi utama kawasan ini adalah pengembangan jalur pejalan kaki yang terintegrasi. Oleh karena itu, PT MRT Jakarta mendorong masing-masing persil, lahan atau pemilik lahan, untuk membuka akses sirkulasi pejalan kaki yang bersifat publik. Hal ini dilakukan agar pengembangan multilevel jalur pejalan kaki baik pada ruang publik maupun privat dapat dilakukan. Adapun peningkatan kualitas jalur pejalan kaki ini juga dilengkapi dengan peningkatan fasilitas sepeda seperti jalur sepeda dan rak sepeda (bike rack), serta peningkatan kualitas infrastruktur transportasi seperti penambahan dan revitalisasi halte bus di jalan sekunder dan lain-lain.

Ilustrasi pengembangan berorientasi transit di kawasan Dukuh Atas.

Kawasan Berorientasi Transit Dukuh Atas

Kawasan Berorientasi Transit Dukuh Atas merupakan bagian dari pumpunan (hub) transportasi baru yang nantinya akan terdiri dari enam moda transit yaitu ratangga di Stasiun Dukuh Atas-BNI, kereta LRT Jakarta, kereta LRT Jabodebek, bus rapit transit (BRT) TransJakarta, kereta komuter KCI di Stasiun Sudirman, dan kereta Railink Bandara Soekarno Hatta di Stasiun BNI City. Kawasan ini memiliki luas (radius 700 meter dari stasiun) 146 hektare. Meski demikian, kondisi Dukuh Atas dihadapkan pada situasi kurangnya koneksi antarstasiun, infrastruktur pejalan kaki yang buruk, dan area yang terpisahkan oleh Jalan Sudirman dan Sungai Ciliwung yang membuat daerah ini sulit untuk dicapai. Selain itu, kemacetan, degradasi lingkungan menambah persoalan di kawasan ini.

Menanggapi tantangan ini, maka rencana induk (masterplan) dalam urban design guideline (UDGL) didesain agar menyediakan strategi desain perkotaan dan pedoman peningkatan akses dan konektivitas kawasan, kualitas jalan yang ramah pejalan kaki dan infrastruktur kawasan seperti jembatan, ruang terbuka hijau baru, dan pengembangan lainnya. Hal ini dilakukan agar visi menjadikan kawasan ini sebagai ruang gerak ramah pejalan kaki di pusat transit internasional Jakarta dapat tercapai.

Adapun perencanaan yang sudah direalisasikan salah satunya adalah pedestrianisasi terowongan Jalan Kendal yang juga beralih fungsi sebagai tempat kegiatan baru untuk aktivitas interaksi warga kota. Diterapkannya rekayasa lalu lintas di sekitar area ini juga menjadikan kawasan lebih nyaman dan aman bagi para pejalan kaki dan pesepeda terutama untuk perpindahan antarmoda transportasi publik yang terdapat di area ini. Peremajaan kawasan di beberapa titik seperti pembangunan spot budaya oleh pemerintah daerah juga telah dilakukan sebagai alternatif baru ruang interaksi dan sosialisasi warga.

Ke depannya, akan dilakukan revitalisasi area tepian Sungai Ciliwung sebagai ruang terbuka hijau dan peremajaan beberapa taman di sekitar kawasan. Jembatan layang penghubung (pedestrian bridge) Dukuh Atas juga akan dibangun dan dapat dimanfaatkan sebagai ruang interaksi baru. Perencanaan kawasan ini diharapkan dapat mendukung transformasi Dukuh Atas menjadi lingkungan berorientasi transit yang dapat menampung fungsi yang beragam dari sisi ekonomi, sosial, budaya, sehingga menjadi kawasan yang berkelanjutan.

 


Source link

Close Search Window